Kamis, 01 Mei 2014

HUBUNGAN ANTARUMAT BERAGAMA PANAS-PANAS DINGIN

Kerukunan antar umat beragama di Indonesia selalu terganggu oleh ekspansi agama tertentu yang mengemban missi pemurtadan massal di kalangan pemeluk agama lain . Perebutan dan ekspansi agama yang mengganggu hubungan antar pemeluk agama ini sudah berkali-kali dicoba untuk diatasi lewat berbagai agenda musyawarah, tetapi selalu gagal. Pendekatan etika dalam menjalin hubungan antar pemeluk agama tidak membuahkan hasil. Sementara pendekatan hukum agar masalah tersebut dituntaskan secara adil juga gagal. SKB Tiga Menteri yang ada juga sering diingkari dan dilawan oleh pihak tertentu. Sehingga di lapangan sering terjadi konflik fisik antar pemeluk agama, terjadi saling bunuh dan perusakan tempat ibadah. Sementara RUU yang mengatur Kerukunan Antar Umat Beragama (RUU-KUB) hingga sekarang belum dituntaskan. Bagaimana solusinya? Berikut kita ikuti wawancara Ton Martono dengan Prof.DR.H.Burhanuddin Daya, MA Guru Besar Ilmu Perbandingan Agama IAIN Sunan Kalijaga, Direktur LPKUB (Lembaga Pengkajian Kerukunan Antar Umat Beragama Indonesia). Staf Pengajar UII dan aktif melakukan Seminar dan Dialog AntarUmat Beragama Internasional di Paris, Roma University di Italia, George Washington University USA, Afirika Selatan dan Pattaya Thailand. Bagaimana kondisi hubungan antarumat beragama di Indonesia selama ini? Hubungan antar umat beragama di Indonesia selama ini, saya lihat dingin-dingin panas, kadang memanas dan terkadang dingin-dingin saja. Begitu orang merasa agak lega, bahkan sampai ke tingkat agak over optimistik dengan kondusifnya situasi era trilogi kerukunan bagi baiknya hubungan sesama umat beragama, tiba-tiba meledak kasus Situbondo, Tasikmalaya, Sampang Madura, Singkawang, Pontianak, Banjarmasin, Ambon, Poso dan seterusnya, membikin kita terkesima dan penasaran. Kenapa trilogi kerukunan yang dicapai itu ternyata itu hanya di lapisan luar saja atau hanya bersifat semu, sedang di dalamnya ada sekam panas yang membara. Maka setelah peristiwa – peristiwa konflik kerusuhan dan perusakan itu silih berganti muncul, kebanggaan terhadap trilogi kerukunan sebagai hasil terpenting Pancasila, dan pantas diekspor ke manca negara, serta merta sirna. Orang ramai berbicara dan bertanya-tanya apakah kerusuhan demi kerusuhan itu murni kerusuhan agama atau bukan. Aktor intelektual masing-masing supaya ditangkap dan diadili. Ternyata selama ini tidak pernah ada aktor intelektual yang ditangkap apalagi diadili. Kita ini salah persepsi. Para aktor dari semua kerusuhan itu, apakah mereka intelektual atau preman adalah mereka yang terjun ke kancah kerusuhan, membakar, menghina, membunuh, menghancurkan bangunan, menjarah, merampok dan melakukan berbagai-bagai aksi kriminalitas sosial dan kemanusiaan lainnya. Sekarang yang harus diungkap dan diburu bukan para aktornya , karena mereka sudah kasat mata, tetapi para sutradara, pengatur skenarionya, dan penyebab yang berada di belakang semua tindak kekerasan dan kerusuhan itu. Hasil sigian (penelitian) dan berbagai kajian terhadap penyebab dan latar belakang dingin panasnya kondisi hubungan antar umat beragama itu ternyata lebih mengarah ke faktor non agamis, terutama berbagai kesenjangan , ketidakadilan, kemelaratan dan kecurigaan. Proses penyusunan dan peng-undangan UU Sisdiknas beberapa bulan lalu juga termasuk memanaskan situasi hubungan antarumat beragama kita. Pro-kontra yang berkembang antara kelompok umat beragama yang mendukung dengan umat beragama yang menentang , sudah mengarah ke saling ancam-mengancam dan merembes ke soal politik. Menurut anda apakah SKB tiga Menteri tentang kerukunan hidup antar umat beragama itu masih efektif? Tentang SKB Tiga Menteri, saya tidak begitu ingat, SKB yang mana. Tetapi yang saya ingat adalah SKB antara Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung Nomor : 67 tahun l980, Nomor 224 tahun l980, dan nomor SKEP. 111/J.A/10/l980, tentang PETUNJUK PELAKSANAAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 14 TAHUN 1967 TENTANG AGAMA, KEPERCAYAAN, DAN ADAT ISTIADAT CINA. Kalau ini yang dimaksud, tentu saja sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan dan perubahan yang terjadi sekarang ini. Perlukah kerukunan antarumat beragama tersebut diatur lewat jalur hukum? Sudah hampir seratusan jumlah Peraturan, Undang-Undang, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Kejaksaan Agung, Gubernur dan sebagainya, yang dikeluarkan untuk mengatur lalu lintas kehidupan keagamaan di Indonesia ini. Tapi sampai sekarang hubungan hidup antarumat beragama tetap saja dalam kondisi panas-panas dingin, sebagaimana saya katakan tadi. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam melihat dan menilai posisi agama dalam konteksnya dengan umat dan negara. Sebagian bersikeras, negara tidak perlu ikut campur dalam mengatur urusan agama warganya, karena agama adalah urusan pribadi, urusan orang-perorangan . Sementara yang lain menganggap pemerintah harus ikut campur dalam mengatur kehidupan beragama setiap warganegara, sesuai dengan tuntunan Undang-Undang Dasar dan Falsafah Negara, yaitu tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Piranti apa saja yang harus dipersiapkan untuk mengatur kerukunan umat beragama di Indonesia? Bagi saya, negara berkewajiban ikut serta secara langsung mengatur kehidupan keagamaan yang pluralis dari bangsa yang memiliki karakter serba majemuk ini, agar rukun dan sejahtera. Untuk itu diperlukan berbagai piranti, seperti piranti hukum, Peraturan Perundang-Undangan seperti yang saya uraikan diatas. Tetapi yang lebih penting lagi adalah piranti usaha nyata dari negara untuk mewujudkan kesejahteraan umat secara merata yang berkeadilan. Di Samping itu perlu juga piranti pendidikan, yaitu usaha meningkatkan kecerdasan rakyat, serta membina akhlak bangsa dengan mengutamakan pemberian keteladanan oleh seluruh jajaran pejabat negara. Bagaimana prospek pengaturan itu bila lewat jalur hukum? Saya sangat optimis, bila pengaturan dengan peraturan dan perundang-undangan itu bisa diwujudkan secara arif dan bijaksana, prospek hubungan antar umat beragama di masa depan akan semakin baik. Hal ini saya dasarkan atas asumsi, karena umat beragama yang terbesar di Indonesia ini masih diduduki oleh kaum muslimin. Orang tahu, bahwa Islam kaya dengan ajaran, pengalaman sejarah, dan pemikiran yang memprioritaskan pembinaan hubungan yang dialogis, harmonis, dan toleran atar umat penganut agama yang berbeda. Lalu bagaimana dengan RUU-KUB menurut anda, apakah RUU-KUB itu bisa menjamin kelangsungan kerukunan umat beragama di Indonesia? RUU-KUB sebaiknya diusahakan penyusunannya yang tepat. Gagasan tentang ini sudah lama dimunculkan, terutama oleh Dr. H. Tarmizi Taher, sewaktu dia menjabat sebagai Menteri Agama. Dia pernah mengirim satu tim untuk melakukan penelitian terhadap Undang-Undang Kerukunan Beragama di Singapura, Malaysia dan Tahiland. Namun, setelah saya semakin mencermati kondisi hubungan antarumat beragama akhir-akhir ini, maka saya berfikir akan jauh lebih tepat kalau yang di susun itu adalah Undang-Undang Kerjasama Antar Lembaga Keagamaan Umat ( UU-KALKU), dan Undang-Undang Anti Konflik Antar Agama ( UU- AKAA). Kedua Undang-Undang itu saya anggap cukup strategis bila tersusun rapi dan terencana, kalau itu berhasil, maka hubungan antar umat beragama di Indonesia masa depan, akan penuh mesra dan sejahtera. Apa harapan anda agar kerukunan hidup beragama di Indoensia masa depan bisa cerah? Saya optimistik, bahwa bangsa ini masih mencintai kedamaian, walaupun orang masih banyak yang berbicara sekitar konflik, konflik itu menjemukan dan tidak memiliki daya esensial. Dimasa depan kalau konsep UU-KALKU dan UU-AKAA itu bisa terwujud adalah sebuah keniscayaan bangsa Indonesia akan damai sejahtera tanpa konflik. Apalagi kalau terwujud misalnya Rumah Sakit Islam-Kristen-Katolik-Hindu-Budha (Rumah Sakit Terpadu), Lembaga Pendidikan Terpadu dari SD-Perguruan Tinggi Islam, Kristen, Katolik, Hindu,Buda dan Cina, Koperasi terpadu dan proyek-proyek lain, Insya Allah tidak ada lagi konflik horisontal dan konflik fertikal. Ton. Bagaimana menurut anda tentang kondisi hubungan antar umat beragama di Indonesia sekarang ini? Suara Muhammadiyah Edisi 1 2004

0 komentar:

Posting Komentar