Jumat, 09 Mei 2014
Kamis, 08 Mei 2014
Senin, 05 Mei 2014
Sejarah Kabupaten Aceh Timur
18.57
No comments
Kabupaten Aceh Timur adalah sebuah kabupaten yang berada di sisi timur Aceh, Indonesia.
Kabupaten ini juga termasuk kabupaten kaya minyak selain Aceh Utara
dan Aceh
Tamiang. Kawasan ini juga termasuk basis Gerakan Aceh Merdeka sebelum diberlakukannya
Darurat Militer sejak Mei 2003. Sebelum penerapan Darurat Militer ini, kawasan
Aceh Timur termasuk kawasan hitam, terutama di kawasan Peureulak dan
sekitarnya.
Pemindahan Ibukota
Sebelumnya ibukota Kabupaten Aceh Timur adalah Kota Langsa
tetapi dengan disetujui UU No. 3 Tahun 2001, ibukota Kabupaten Aceh Timur
dipindahkan ke Idi yang berpenduduk sekitar 34.282 jiwa (Sensus Penduduk Tahun
2010).
Profil Daerah Aceh Timur
Kabupaten Aceh Timur terletak pada koordinat 4°09 5°16 Lintang Utara dan
97°13 98°02 Bujur Timur. Batas batas wilayah Aceh Timur adalah sebagai
berikut :
" Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara dan Selat
Malaka " Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues "
Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka, Kota Langsa, dan Aceh Tamiang
" Sebelah Barat berbatasan Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener
Meriah.
Kabupaten Aceh Timur Memiliki Luas wilayah sebesar 6.040,60 Km², secara
administratif Kabupaten Aceh Timur terdiri dari 24 Kecamatan, 512 Desa /
Gampong, 1 Kelurahan dan 1596 Dusun. Nama nama Kecamatan yang ada di Kabupaten
Aceh Timur adalah Kecamatan Simpang Ulim,kecamatan Julok, Kecamatan Nurussalam,
Kecamatan Darul Aman, Kecamatan idi Rayeuk, Kecamatan Peureulak, Kecamatan
Rantau Selamat, Kecamatan Birem Bayeun, Kecamatan Serba Jadi, Kecamatan Rantau
Peureulak, Kecamatan Pante Bidari, Kecamatan Madat, Kecamatan Indra Makmur,
Kecamatan Idi Tunong, Kecamatan Banda Alam, Kecamatan Peudawa, Kecamatan
Peurelak Timur, Kecamatan Peurelak Barat, Kecamatan Sungai Raya, Kecamatan
Simpang Jernih, Kecamatan Darul Ihsan, Kecamatan Peunaron, Kecamatan Idi Timur,
dan Kecamatan Darul Falah
Secara umum Kabupaten Aceh Timur merupakan dataran rendah, perbukitan,
sebagian berawa-rawa dan hutan mangrove, dengan ketinggian berada 0-308 m
diatas permukaan laut. Keadaan tofografi faerah Kabupaten Aceh Timur
dikelompokan atas 4 kelas lereng yaitu : 0-2%, 2-15%, 5-40% dan > 40%.
Dilihat dari penyebaran lereng tersebut yaitu memiliki kemiringan lereng
>40% hanya sebesar 6,7% yaitu meliputi Kecamatan Birem Bayeun dan Serbajadi.
Sedangkan wilayah yang memiliki kemiringan lereng 0-2%,2-15% dan 5-40% meliputi
seluruh Kecamatan
Komoditi unggulan Kabupaten Aceh Timur yaitu sektor pertanian dan jasa.
Sektor pertanian komoditi unggulannya adalah sub sektor tanaman perkebunan
dengan komoditi Kelapa Sawit, Kakao, Karet, Kopi dan Kelapa Sub sektor
pertanian komoditi yang diunggulkan berupa Jagung dan Ubi kayu, Pariwisatanya
yaitu wisata alam, wisata adat dan budaya.
Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di Kabupaten Ini Tersedia 1
Pelabuhan Industri, yaitu Pelabuhan Pelabuhan Idi, Di Provinsi ini juga
terdapat tiga jalan, Yaitu jalan Negara, jalan kabupaten dan jalan Provinsi.
Panjang Jalan Provinsi adalah 89 km, panjang jalan kebupaten adalah 1.100 km
dan panjang jalan negara adalah 102 km. Untuk industri tersedia 6 kawasan
industri, yaitu Kawasan Industri UMKM Pisang Sale, Kawasan Industri Kelapa Terpadu,
Kawasan Industri Pengolahan Rotan, Kawasan Industri Agro dan Perikanan, Kawasan
Industri Kelapa Terpadu Timur (KITAT) dan Kawasan Industri Migas Pertambangan
dan Energi yang didukung juga oleh fasilitas listrik dan telekomunikasi.
Batas wilayah
Kota Langsa
|
|
Kabupaten Aceh Utara
|
|
Daftar Bupati
No.
|
Nama Bupati
|
Masa Jabatan
|
1
|
1945-1946
|
|
2
|
1946
|
|
3
|
1946
|
|
4
|
1946-1948
|
|
5
|
1948-1952
|
|
6
|
1952
|
|
7
|
1952-1953
|
|
8
|
1953-1954
|
|
9
|
1954-1955
|
|
10
|
1955-1956
|
|
11
|
1956-1958
|
|
12
|
1958-1959
|
|
13
|
1959-1967
|
|
14
|
1967
|
|
15
|
1967-1973
|
|
16
|
1973-1977
|
|
17
|
1977-1983
|
|
18
|
1983-1984
|
|
19
|
1984-1989
|
|
20
|
1989-1994
|
|
21
|
1994-1999
|
|
22
|
1999-2006
|
|
23
|
2006-2007
|
|
24
|
2007-2012
|
|
25
|
2012-sekarang
|
Pemekaran
Sejak tahun 2000, daerah Aceh Timur mengalami pembagian yang ditujukan agar
pembangunan kawasan itu merata. Kabupaten hasil pemekaran itu antara lain:
- Kota Langsa
- Kabupaten Aceh Tamiang yang mencakup 8 kecamatan.
Referensi
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Aceh_Timur
Perjuangan
Masa Penjajahan Jepang
Pada tanggal 12 maret 1942, pasukan tentara Jepang mendarat
dipantai Kuala Bugak Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur, selanjutnya
menyebar seluruh penjuru Aceh Timur dan daerah sekitarnya.
Masa penjajahan Jepang walaupun tidak berlangsung lama
namun membawa akibat penderitaan yang cukup memprihatinkan, seluruh rakyat
hidup dalam kondisi kurang pangan dan sandang disertai dengan perlakuan kasar
dari bala tentara Jepang terhadap rakyat yang tidak manusiawi, akibatnya
timbullah perlawanan/pemberontakan rakyat.
Setelah Hirosima dan Nagasaki di bom atom oleh pasukan
sekutu pada tanggal 10 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat, atas
inisiatif dari pemuka-pemuka masyarakat di Langsa, Idi dan beberapa kota
lainnya, mengadakan permusyawaratan untuk melakukan perlawanan terhadap bala
tentara Jepang secara bersama dan terkoordinir.
Dibawah pimpinan Oesman Adamy (O.A) dan
dibantu oleh sejumlah pemuda yang begitu bersemangat, mengerahkan rakyat
disetiap kota guna menyerbu tangsi Jepang. Pada penyerbuan pagi hari, tanggal 5
Desember 1945 rakyat berhasil merebut sejumlah senjata, peluru dan amunisi,
kemudian pada tanggal 8 Desember 1945 dibawah pimpinan Mayor Bachtiar
juga rakyat mampu merebut senjata, peluru dan amunisi, selanjutnya kesemua
rampasan senjata tersebut dibagikan kepada rakyat/pemuda yang dikenal dengan
nama Angkatan Pemuda Indonesia (A.P.I) dibentuk pada awal oktober 1945, atas
prakarsa pemuda bekas tentara jepang yang bergabung dalam GIU GUN, HEIHO,
TOKOBETSU dan lain-lain.
Sejalan dengan lahirnya API di Aceh, maka secara
nasional di Jakarta diresmikan suatau organisasi kemiliteran dengan nama
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan cikal bakal TNI sekarang. setelah
tentara Jepang kalah perang dan menyerah tanpa syarat kepada sekutu, mereka
ditarik ke daerah Sumatera Utara dipusatkan di Medan.
Pada tanggal 18 Desember 1945 tentara Jepang
mengadakan penyerbuan ke Aceh Timur dengan persenjataan yang serba lengkap,
namun tetap mendapat perlawanan dari rakyat dan TKR dengan menghadangnya didaerah
Halaban Sumatera Utara, pada pertempuran ini tentara Jepang tidak sampai ke
Aceh Timur dan kembali ke Medan. Berselang satu minggu, yaitu tanggal 24
Desember 1945 tentara Jepang kembali mengadakan penyerbuan disertai jumlah
personil yang lebih besar dengan persenjataan yang lebih lengkap, dipimpin oleh
seorang jenderal bernama Nakamura.
Kekuatan senjata yang tidak seimbang, mengakibatkan
tidak mampunya pasukan TKR dan rakyat menghadapi bala tentara Jepang
diperbatasan Sumatera Utara - Aceh. Didasari semangat juang rakyat begitu
tinggi, maka pasukan bala tentara Jepang tetap mendapat perlawanan sepanjang
jalan raya antara Kuala Simpang - Langsa (Meudang Ara, Bukit Meutuah, Sei
Lueng) dibawah pimpinan Mayor Bachtiar.
Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan TKR dan rakyat
begitu gigihnya, sehingga sejumlah pasukan TKR dan rakyat gugur, terpaksa
pasukan TKR dan rakyat mundur sampai dipertahanan Bukit Rata, Bukit Meutuah dan
Batu Putih daerah Sungai Lueng.
Pasukan Jepang terus bergerak maju sampai ke Titi Kembar. Di Titi Kembar kembali mendapat perlawanan rakyat dengan memasang rintangan dari pepohonan disepanjang jalan, tujuannya adalah menghambat lajunya gerakan tentara Jepang memasuki Kota Langsa. Disaat tentara Jepang membuka rintangan, rakyat melakukan penyerangan dengan persenjataan yang lengkap, terpaksa pasukan rakyat mundur ke daerah perkampungan, sementara pasukan Jepang terus bergerak maju ke Kota Langsa.
Pasukan Jepang terus bergerak maju sampai ke Titi Kembar. Di Titi Kembar kembali mendapat perlawanan rakyat dengan memasang rintangan dari pepohonan disepanjang jalan, tujuannya adalah menghambat lajunya gerakan tentara Jepang memasuki Kota Langsa. Disaat tentara Jepang membuka rintangan, rakyat melakukan penyerangan dengan persenjataan yang lengkap, terpaksa pasukan rakyat mundur ke daerah perkampungan, sementara pasukan Jepang terus bergerak maju ke Kota Langsa.
Pasukan rakyat yang mundur sebagian menuju ke arah
Selatan sampai ke Kebun Lama dan sebagian lagi ke arah Utara dan berkumpul di
Meunasah Sei.Pauh dalam keadaan lapar dahaga.
Dalam pemeriksaan pasukan TKR dan rakyat diketahui
beberapa anggota Palang Merah tidak hadir diduga mereka telah gugur.
Kenyataannya benar bahwa komandan pasukan Palang Merah (Sdr. Mansur
Bahar) bersama beberapa orang anggotanya tewas dalam kontak senjata
disekitar Batu Putih - Titi Kembar.
Semangat Patriotisme rakyat untuk mengusir penjajah
cukup meluap-luap walaupun dengan pengorbanan harta dan nyawa, hal ini terbukti
beberapa hari setelah peristiwa di Titi Kembar pasukan TKR dan rakyat kembali
bergabung di Birem Bayeun (± 5 Km dari Kota Langsa arah ke Barat), dipimpin
oleh Kapten Hanafiah dan Tgk. Ismail Usman merencanakan
penyerbuan ke Kota Langsa.
Dalam perjalanan menuju ke Kota Langsa mendapat
informasi bahwa tentara Jepang telah meninggalkan Kota Langsa menuju Medan
dengan membawa seluruh perbekalan. Pasukan TKR dan rakyat terus melanjutkan
perjalanan memasuki Kota Langsa langsung ke pendopo dan bermarkas di pendopo.
Setelah situasi normal seluruh pasukan dikembalikan ke induk pasukannya
masing-masing.
PERJUANGAN MASA AGRESI
Rakyat Aceh walau dengan bersenjatakan bambu runcing,
rencong serta senjata tajam lainnya, secara bahu membahu senantiasa berjuang
menghadapi serangan militer Kolonial Belanda dengan tujuan untuk menjajah
kembali.
Berdasarkan Radiogram panglima Sumatera (dikala itu
dijabat oleh Mayor Jenderal Suharjowardoyo) meminta kepada
pemimpin rakyat Aceh untuk memperkuat pertahanan Medan Area dan daerah Aceh
sendiri, diharapkan agar Kota Medan direbut kembali.
Kamis, 01 Mei 2014
FKUB Inginkan Peraturan Bersama Rumah Ibadah Dijadikan Perpres
19.24
No comments
Hidayatullah.com–Sekitar 200 perserta Silaturahmi Nasional (Silatnas) IV Forum Kerukuman Ummat Beragama (FKUB) diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Selasa (12/11/2013) kemarin.
Dalam pertemuan ini FKUB menyampaikan hasil Silatnas, di antaranya usulan agar Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang yang selama ini jadi payung regulasi FKUB ditingkatkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres).
Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali menjelaskan, Silatnas FKUB 2013 yang telah berlangsung di Jakarta, Senin (11/11) – Selasa (12/11/2013) ini mengangkat tema: Melalui SIlatnas FKUB IV Kita Tingkatkan Tugas dan Fungsi Dalam Memelihara Kerukunan Nasional”. Peserta terdiri atas tokoh umat beragama dari 33 provinsi di tanah air.
Beberapa pokok pikiran dan kesimpulan FKUB, kata Menag, diantaranya FKUB membutuhkan landasan hukum pembentukan FKUB dan pendirian tempat beragama. FKUB mengusulkan Peraturan Bersama Menteri yang selama ini jadi payung regulasi FKUB, menjadi peraturan presiden.
“Selain itu Silatnas FKUB IV mengusulkan pola koordinasi antara Pemda dan Kementerian Agama terkait dengan FKUB untuk dipertegas, sehingga program-program FKUB dapat dilaksanakan,” papar Suryadharma dikutip laman Setkab.
Sebagaimana diketahui dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Tahun 2006 disebutkan, pemeliharaan kerukunan umat beragama merupakan tanggung jawab bersama umat beragama, pemerintah daerah (pemerintah kabupaten/walikota, provinsi) dan pemerintah pusat.
Sementara itu Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, seusai silaturahmi FKUB dengan Presiden SBY mengatakan, topik utama pada acara silaturahmi itu adalah peningkatan nilai-nilai toleransi dan kerukunan antarumat beragama.
“Toleransi dan kerukunan hidup antarumat beragama menjadi salah satu perhatian besar pemerintah pasca Reformasi karena menjadi cerminan kematangan mengelola hidup berbangsa dan bernegara,” papar Julian.
Saat menerima FKUB itu, Presiden SBY didampingi oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menteri Agama Suryadharma Ali, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, dan Wakil Menteri Agama Nazarudin Umar.
FKUB merupakan forum dialog dan komunikasi antarumat beragama untuk memelihara kerukunan intern dan antarumat beragama. Forum juga memfasilitasi pendirian rumah ibadah sesuai kebutuhan nyata dari umat dengan memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan.
Sebelumnya, Senin (11/11/2013) kemarin, Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali dalam Lecture Series bertajuk “Pemilu 2014: Memilih Kepemimpinan Bangsa” di Aula FISIP UIN Jakarta menjelaskan perkembangan rumah Ibadah Non-Muslim di Indonesia yang tumbuh lebih 100 persen selama 2013.
“Rumah ibadah umat Kristen tumbuh 156 persen, gereja Katolik tumbuh 136 persen, rumah ibadah Hindu tumbuh 300 persen dan rumah ibadah umat Budha tumbuh 400 persen. Sedangkan rumah ibadah umat Islam cuma tumbuh 64 persen,” paparnya dikutip lamanwww.uinjkt.ac.id.